INDOKOM NEWS | Rani Veronica Napitupulu duduk terdiam di sudut rumahnya. Di tangannya, tergenggam erat foto Yoga Simorangkir, suaminya, yang telah pergi selamanya.
Air matanya mengalir perlahan, membasahi bingkai kayu tua yang menahan gambar senyum pria yang selalu menjadi sandaran hidupnya.
Yoga adalah wartawan yang penuh dedikasi. Ia bekerja keras demi keluarga kecil mereka. Namun, semuanya berubah pada suatu pagi yang kelabu.
Sebuah truk melaju tanpa kendali di jalan Medan Delitua , dan dalam hitungan detik, hidup Rani hancur. Yoga, suaminya, tewas tergilas. Dunia Rani seakan runtuh saat menerima kabar itu.
Di tengah kepedihan itu, Rani berharap ada sedikit keadilan. Sebuah perusahaan pemilik truk penyebab kecelakaan memberikan santunan sebesar Rp 100 juta untuk membantu melanjutkan hidupnya.
Harapan Rani kembali tumbuh meskipun sedikit, membayangkan ia dapat menggunakan uang itu untuk membesarkan anak-anak mereka dan melanjutkan perjuangan hidup yang berat.
Namun, nasib berkata lain. Seorang pria yang mengaku sebagai orang yang dapat membantu mengurus segala proses pencairan santunan, ternyata mengkhianati kepercayaan Rani.
Uang itu cair, tetapi tidak pernah sampai ke tangannya. Berkali-kali Rani mencoba meminta haknya, tetapi hanya janji kosong yang ia dapatkan.
Malam demi malam Rani menatap langit-langit rumahnya dengan air mata yang tak kunjung kering.
"Apa lagi yang bisa kuperjuangkan? Bahkan di saat aku kehilangan suami, masih ada orang yang tega mengambil hakku," lirihnya dalam hati.
Rani sudah melapor ke polisi sejak Februari 2024. Namun, hingga November, laporan itu masih jalan di tempat.
Ia sering bolak-balik ke kantor polisi, membawa berkas dan harapan yang semakin menipis. "Ibu, sabar ya. Kami sedang menyelidiki," begitu jawaban yang sering ia terima.
Dalam sunyi malam, suara tangisan anak-anaknya menjadi pengingat bahwa ia tak boleh menyerah. Ia harus terus memperjuangkan hak suaminya. "Yoga, aku akan terus berjuang untuk kita," bisiknya di tengah tangis.
Di sisi lain, ada janji dari pihak kepolisian yang menyebut kasus ini akan ditindaklanjuti. Tapi bagi Rani, janji itu hanyalah angin lalu sampai ia benar-benar mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Setiap pagi, ketika mentari menyingsing, Rani berdiri di depan jendela, memandang ke luar. Ia tahu, di luar sana dunia terus berjalan.
Tapi baginya, dunia telah berhenti sejak kepergian Yoga. Kini, hanya ada perjuangan panjang yang ia jalani sendirian, dengan luka dan kehilangan yang terus menghantui.
Kisah ini menjadi gambaran betapa beratnya perjuangan seorang istri yang tidak hanya berhadapan dengan kehilangan orang yang sangat dicintainya, tetapi juga harus menghadapi ketidakadilan dalam mendapatkan haknya.
Kini, Rani hanya bisa berharap agar proses hukum segera memberikan keadilan bagi dirinya dan keluarganya.
**"Adakah keadilan untuk kami yang terluka?"**
Pertanyaan itu terus bergema dalam hatinya, menunggu jawaban dari semesta yang seolah bungkam. "Saya berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan saya.
Suami saya sudah meninggal dunia dalam kecelakaan, dan saya harus kehilangan uang santunan yang seharusnya menjadi hak saya," ujar Rani dengan suara yang bergetar saat ditemui awak media.
Pihak kepolisian melalui Kanit Pidum Polrestabes Medan, AKP Sarwedi Manurung, menanggapi laporan ini dengan mengatakan bahwa penyidik yang menangani kasus ini telah dipindah tugas.
Namun, ia memastikan bahwa laporan tersebut akan terus ditindaklanjuti. "Saya akan segera menunjuk penyidik baru untuk melanjutkan penyelidikan kasus ini," tambahnya.**
(Red/v)