INDOKOM NEWS | Pada 21 November 2024, Arnita Mamonto alias Aning, terdakwa pembunuhan berencana terhadap seorang anak berusia 9 tahun di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Kotamobagu, Sulawesi Utara, Kamis (21/11/2024).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Sulharman, Aning terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah merencanakan dan melakukan pembunuhan terhadap Tilfa Azahra Mokoagow, seorang gadis cilik yang menjadi korban.
Tragedi ini bermula pada 18 Januari 2024, saat Tilfa dilaporkan hilang setelah meninggalkan rumah sekitar pukul 11.00 WITA. Keluarga korban dan warga desa melakukan pencarian intensif, baik melalui media sosial maupun mencari di berbagai tempat yang mungkin menjadi lokasi anak itu berada.
Namun, malam harinya, Tilfa ditemukan tak bernyawa di sebuah kebun kelapa yang terletak sekitar 300 meter dari pemukiman warga. Kondisi jasad korban sangat memprihatinkan, dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya.
Penyelidikan polisi mengungkapkan bahwa pelaku, yang juga tetangga dekat korban, sudah merencanakan aksi jahat ini. Aning membunuh Tilfa dengan tujuan merampas perhiasan emas yang dikenakan korban.
Pada hari itu, setelah melihat korban pulang bersama ibunya, Aning mengajak Tilfa ke kebun dengan alasan mengambil sayur. Namun, begitu mereka jauh dari pemukiman, Aning mendorong korban hingga jatuh dan membunuhnya.
Setelah menghabisi nyawa korban, Aning tidak hanya mencuri perhiasan emas milik Tilfa, tetapi juga berusaha mengelabui polisi dengan berpura-pura mencari korban.
Ia kemudian menjual emas tersebut, mendapatkan uang sekitar Rp3,6 juta, yang sebagian digunakannya untuk membeli barang-barang pribadi, termasuk cincin emas, ponsel, dan kebutuhan untuk anaknya.
Pada sidang tuntutan yang digelar pada 17 Oktober 2024, Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman mati untuk Aning, mengingat kejahatan yang dilakukan sangat terencana dan brutal. "Kami menuntut agar terdakwa dihukum mati karena perbuatannya yang sangat keji," tegas Jaksa Kadek Adi Anggara.
Hukuman mati yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim pada 21 November 2024 ini pun disambut dengan tangis haru dari keluarga korban yang hadir di persidangan.
Meskipun ada hak bagi terdakwa untuk menerima atau menolak putusan dalam waktu tujuh hari, keputusan ini menjadi titik akhir dari perjalanan panjang proses hukum yang menyakitkan bagi keluarga korban.
Kasus ini menjadi sorotan luas karena betapa kejamnya tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya bisa dipercaya, dan betapa mahalnya harga sebuah nyawa yang dirampas demi kepentingan pribadi. Di balik setiap tragedi, ada cerita duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.**
(Red/Vona.T)